Sunday, January 11, 2015

Tugas III Makalah tentang Pelapisan sosial dan kesamaan derajat

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu tersebut terdiri dari berbagai latar belakang yang akan membentuk suatu kumpulan masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya suatu pelapisan masyarakat atau masyarakat yang berstrata. Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Maka, terbentuknya suatu masyarakat dapat dikatakan dengan sekumpulan individu-individu tadi yang mempunyai gejala yang sama. Dengan hal ini didalam kelompok sosial ini pun akan terjadi pelapisan masyarakat. Pelapisan Masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanen yang terdapat dalam sistem sosial didalam hal perbedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pelepasan sosial ?
2. Bagaimana terjadinya pelepasan sosial ?
3. Apa saja perbedaan sistem pelepasan sosial ?
4. Apa saja teori tentang pelepasan sosial ?
5. Apa pengertian kesamaan derajat ?
6. Apa saja pasal – pasal dalam UUD ’45 tentang persamaan hak ?
7. Apa saja empat pokok hak asasi dalam pasal yang tercantum pada UUD ’45 ?
8. Apa pengertian elite ?
9. Apa saja fungsi elite dalam memegang strategi ?
10. Apa pengertian massa?
11. Apa saja ciri – ciri massa ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian pelepasan sosial
2. Agar dapat menjelaskan terjadinya pelepasan sosial
3. Untuk mengetahui perbedaan sistem pelepasan sosial
4. Untuk mengetahui beberapa teori tentang pelepasan sosial
5. Agar dapat menjelaskan tentang kesamaan derajat
6. Agar dapat menuliskan pasal – pasal dalam UUD ’45 tentang persamaan hak
7. Agar dapat menyebutkan empat pokok hak asasi dalam empat pasal yang tercantum pada UUD ‘45
8. Untuk mengetahui pengertian elite
9. Untuk mengetahui fungsi elite dalam memegang strategi
10. Untuk mengetahi pengertian massa
11. Agar dapat menyebutkan ciri – ciri massa

BAB II
PEMBAHASAN
1. PELAPISAN SOSIAL
1.1 Pengertian Pelapisan Sosial
Kata stratification berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah. Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebutkan bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah. Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.
1.2 Terjadinya Pelapisan Sosial
Terjadinya pelepasan sosial terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdaarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata tertentu adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau sakti.
2. Terjadi dengan disengaja
Sistem palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical maupun horizontal.sistem inidapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemeritnahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem ialah :
- sistem fungsional : merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja didalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan lain-lain
- sistem scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal).
1.3 Perbedaan Sistem Pelapisan Sosial
Menurut sifat :
1. Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Dalam sistem ini pemindahan anggota masyarakat ke lapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal yang istimewa, Dalam sistem pelapisan tertutup, mereka akan menerima bila berdasarkan keturunan. Jadi selai dari aliran darah / keluarga tidak bisa masuk. Sistem pelapisan seperti ini biasa ditemui di India, dan Afrika Selatan, dimana mereka menganut politik apartheid atau perbedaan warna kulit yang disahkan melalui undang-undang.
2. Sistem Pelapisan Masyarakat Terbuka
Dalam sistem ini setiap masyarakat memiliki kesempatan untuk menempati suatu kedudukan tertentu, Setiap orang berkesempatan untuk menduduki jabatan tertentu asalkan memiliki kemampuan.dan sewaktu-waktu bisa turun karena tidak bisa mempertahankan kemampuannya. Sistem ini sangat baik untuk dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Karena adanya keterbukaan untuk bersaing dan menunjukkan kemampuannya.
1.4 Teori tentang Sistem Pelapisan Sosial
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
Kelas atas (upper class).
Kelas bawah (lower class).
Kelas menengah (middle class).
Kelas menengah ke bawah (lower middle class).
Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1. Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
2. Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3. Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap  waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4. Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5. Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
2. KESAMAAN DERAJAT
2.1 Tentang Kesamaan Derajat
Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.
Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan satu sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.
2.2 Pasal – Pasal dalam UUD 1945 tentang Persamaan Hak
UUD 1945 menjamin hak atas persamaan kedudukan, hak atas kepastian hukum yang adil, hak mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan hak atas kesempatan yang sama dalam suatu pemerintahan.
Setiap masyarakat memiliki hak yang sama dan setara sesuai amanat UUD 1945, yaitu Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,” setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya”. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan ddari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Norma-norma konstitusional di atas, mencerminkan prinsip-prinsip hak azasi manusia yang berlaku bagi seluruh manusia secara universal.
2.3  Empat Pokok Hak Asasi dalam Empat Pasal yang  Tercantum pada UUD ‘45
Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Jika dilihat, ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum di UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Pokok Pertama, mengenai kesamaan kedudukan dan kewajiban warga  negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1  menetapkan bahwa “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di  dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan  pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak asasi yang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pokok Kedua, ditetapkan dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan  dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Pokok Ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi  sebagai berikut : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk  untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Pokok Keempat, adalah pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai  pengajaran yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat  pengajaran” dan (2) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan  suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
3. ELITE DAN MASSA
3.1 Pengertian Elite
Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih yang khusus dapat diartikan sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan: “posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas”.
Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitenya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat primitif.Di dalam suatu lapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci ataumereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kebijaksanaan. mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan dan lainnya lagi.Para pemuka pendapat (opinion leader) inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
3.2 Fungsi Elite dalam Memegang Strategi
Pembedaan elite dalam memegang strategi secara garis besar adalah sebagai berikut :
a)         Elite politik (elite yang berkuasa dalam mencapai tujuan).
b)      Elite ekonomi, militer, diplomatik dan cendekiawan (mereka yang berkuasa        
atau mempunyai pengaruh dalam bidang itu).
c)         Elite agama, filsuf, pendidik, dan pemuka masyarakat.
d)     Elite yang dapat memberikan kebutuhan psikologis, seperti : artis, penulis,  
tokoh film, olahragawan dan tokoh hiburan dan sebagainya.
Elite dari segala elite dapatlah menjalankan fungsinya fungsinya dengan mengajak para elite pemegang strategi di tiap bidangnya untuk bekerja sebaik-baiknya. Kecuali itu dimanapun juga para elite pemegang strategi tersebut memiliki prinsip yang sama dalam menjalankan fungsi pokok maupun fungsinya yang lain, seperti memberikan contoh tingkah laku yang baik kepada masyarakatnya, mengkoordinir serta menciptakan yang harmonis dalam berbagai kegiatan, fungsi pertahanan dan keamanan, meredakan konflik sosial maupun fisik dan dapat melindungi masyarakatnya terhadap bahaya dari luar.
3.3 Pengertian Massa
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tapi sayang secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku massal yang sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai berita dalam pers, atau mereka yang berperan serta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
3.4 Ciri – Ciri Massa
Beberapa hal penting yang merupakan sebagian ciri-ciri yang membedakan di dalam massa :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat kemakamuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti suatu proses peradilan tentang pembunuhan misalnya melalui pers.
2. Massa merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonim.
 3. Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggota­anggotanya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. Derajat seseorang adalah merupakan hasil atau pencerminan dari kedudukannya dan kedudukan itu membawa konsekuensi kewajiban untuk berperan. Mengenai persamaan hak ini telah dicantumkan dalam pernyataan sedunia hak-hak asasi manusia tahun 1948 dalam pasal- pasalnya.
Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap manusia berdasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Dalam demokrasi, diskriminasi seharusnya telah ditiadakan dengan adanya kesataraan dalam bidang hukum, kesederajatan dalam perlakuan adalah salah satu wujud ideal dalam kehidupan negara yang demokratis.


DAFTAR PUSTAKA
· http://juliaandrianiputri.blogspot.com/2011/11/pengertian-pelapisan-sosial-dan.html
· http://mohammadandika.wordpress.com/2010/11/08/isd-6/
· http://abiand.wordpress.com/tugas/5-pelapisan-sosial-dan-kesamaan-derajat/
· http://mustainronggolawe.wordpress.com/2011/11/21/pelapisan-sosial-dan-kesamaan-derajat/



Nama : Suryandaru
NPM : 1A114533

Kelas : 1KA33

Tugas II kasus pemuda dan sosialisasi ISD

Akhir-akhir ini, hampir setiap media massa mengkaji berita tentang tawuran atau kekerasan antarpelajar. Hal ini telah menjadi bahan perbincangan publik yang tiada hentinya. Tawuran antar pelajar sudah sangat sering terjadi, bahkan telah membudaya dan turun temurun sejak beberapa tahun terakhir ini. Memang sungguh merupakan fenomena yang memprihatinkan bagi kita semua.

Tawuran pelajar ini merupakan salah satu bentuk sikap negatif pemuda khususnya di kalangan pelajar yang meresahkan masyarakat.Kurangnya pemahaman mengenai rasa bersosialisasi antar manusia mengakibatkan seorang pemuda mempunyai rasa  bangga karena banyak kawan dan merasa diri popular, mempunyai kekuatan fisik, kelihaian, dan sebagainya. Namun hal seperti itulah yang akan membuat pemuda tersebut terlihat bodoh.

Dengan melihat fenomena yang  memprihatinkan ini, sudah sepantasnya bagi kita semua untuk mencoba mencari solusi atau jawaban atas realita yang ada. Tawuran atau kekerasan antarpelajar kini harus dicegah, karena masa depan bangsa ini sesungguhnya ada di tangan mereka.

Opini :
Menurut pendapat saya tentang contoh kasus diatas adalah biasanya tawurandisebabkan dari beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor diri sendiri. 
Maka dari itu perlunya pembinaan khusus dari pihak sekolah kepada anak didiknya. Jika dibiarkan tradisi turun-menurun ini akan terus berlanjut sampai ke generasiberikutnya, jika perlu diadakannya perjanjian perdamaian antar sekolah. Dan pentingnya juga perhatiaan dari masing-masing orang tua terhadap perkembangan anaknya di usia remaja.

Sumber :
http://riezquchiha.wordpress.com/2012/11/19/pemuda-dan-sosialisasi/




Nama : Suryandaru
NPM : 1A114533
Kelas : 1KA33

Tugas I ISD

BAB 10. AGAMA DAN MASYARAKAT
A.   AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan masyarakat hanya di buktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figure nabi dalam mengubah kehidupan sosial.Argumentasi rasional tentang arti dari hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaraan akan mauty menimbulkan relogi.Dan sila Kethunan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian pada urutan nya agama yang di yakininya merupakan sumber motifasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya , dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat , dimana  pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial , dn individu dengan masyarakat seharusnya tidaklah bersifat antagonis.
Yang mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaaan dan taat dengan agamanya.Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan, keyakinan  terhadap sifat paham, ritos, dan upacara, serta umat ataukeatuan sosial yang terikat kepada agama nya.
Peraturan ama dengan masyakat penuh dengan hidup, menekan kan pada hal-hal  yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaan berbeda-beda, kadang kala kepentingan nya dapat tercermin atau tidak sama sekali.
Kelompok dalam masyarakat akan mencrminkan perbedaan jenis kebutuhan ke agamaan. Timbul hubungan 2 arah, tidakhanya kondisi sosial saja yang menyebabkan lahir dan menbarnya ide-ide serta nilai-nilai, tetapi bila ide dan nilai itu telah terlembaga, maka akan mempngaruhi tindakan manusia. Karena itu perlu mempelajari pengaruh struktur sosial terhadap agama, dan juga perlu mempelajari pengaruh agama terhadap struktur sosial.
Salah satu kasus akibat tidak terlembaganya adalah “anomi” , yaitu keadaan disorganisasi sosial diamana bentuk sosial dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Hal ini, pertama disebabkan oleh hilang nya solidaritas apabila kelompok lama dimana individu merasa aman dan responsive dengan keompok tersebut maka akan cenderung ambruk. Kedua, hilang nya konsensos atau tumang nya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma (bersumber dari agama) yangemberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
Disamping ada gerakan yang menawarkan nilai-nilai dan solidaritas baru, ada juga tampil pola-pola sosial untuk mencari jalan keluar dari pengalaman yang mengecewakan anomi, nenconteng sumber yang nyata dan mencoba mengambil upaya pelarian yan telah di sediakan oleh situasi, seperti narkotika, alokohol, kelompok hippiies, komunikasi non verbal dan upayan lainnnya.Keadaan demikian meninmbulkan rangsangan dan kepekaan kelompok agama untuk mempermasalahkan suatu masyarakat dan mendapatkan makna baru berupa pergerakan menawarkan nilai dan solidaritas baru yang bersifat keagamaan meskipun dalam kenyataan nya kaitan agama dengan masyarakat dapat merupakan daya penyatu (sentripetal) atau mungkin berpa daya pemecah (setrifugal).
1.     FUNGSI AGAMA
Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyakat ada 3 aspek penting yang selalu di pelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribdian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia.
Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, teori fungsional memandang masyarakat sebagai  suatu lembaga sosial yang seimbang. Manusia mementaskan dan menolak kegiatan nya menurut norma yang berlaku umum peranan serta statusnya. Lembaga yang demikian kompleks ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial, dimana setiap unsur dari kelembagaan itu saling tergantung dan menentukan semua unsur lainnya.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertian nya adalah, bahwa kebudayaan itu wujud suatu kompleks dari ide-ide , gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan sistem sosial yang terdiri dari aktifitas-aktiitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lainnya. Kemudian agama dengan refrensi transedensi merupakan aspek penting dalam fenomena kebudayaan sehingga timbul pertanyaan,apakah posisi lembaga agama terhadap kebudayaan merupakan suatu sistem.
Pertanyaan nya selanjutnya adalah bagaimana masalah fungsional dlam konteks teori fungsional kepribadian, dan sejauh mana agama mempertahankan keseimbngan pribadi dan melakukan fungsinya. Kepribadian dalam hal ini merupakan suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan bertindak, dan memberikan tanggapan serta nilai dan sebagainya yang sistematis. Kepribadian sudah terpola melalui proses belahjar dan atas otonominya sendiri. Sebagai ilustrasi sistem kepribadian adalah ego, dan super ego yang ada dalam situasi yang terstruktur secara sosial.
Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori fungsionalis agama juga memenng kebutuhan “sesuatu yang mentrensendesikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik dasar eksistensi manusia meliputi: hapenting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada diluar jangkauan nya. Kedua lingkung n manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya terbatas, dan pada titik dasar tertentu kondisi manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga manusia harus hidup bernmasyarakat, dimana aula alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi seorang funsionalis memandang agama sebagai petunjuk bag manusia untuk megatasi diri dari ketidak pastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan dan agam dipandang sebagai mechanism penyesuaia yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersfat sacral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sacral. Dalam setiap masyarakt sanksi sacral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukuman nya bersifat duniawi dan supermanusiawi dan ukhrawi.
Fungsi agama dalam bidang sosial adalah fungsi penentu dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban I tujuan aksosial dalam membantu mempersatakn mereka.
Fungsi agama sebagai sosialis individu ialah individu pada saat dia tumbh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntutan umum untuk (mengarahkan) aktifitasnya dalam masyarkat, dan berfngsi sebaga tujuan akhir dari pengembangan kepribadian nya.
2.     MASYARAKAT-MASYARKAT INDUSTRI SEKULER
Masyarakat industri sekuler bercirikan dinamika dan semkin berpengaruh  terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik tetapi yang paling penting adalah penyesuain-penyesuain dalam hubungan-hubungan kemanusiaan sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa dengan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dari menanggapi masalah kemanusiaan.
Pada umumnya kecenderungan sekulerisme mempesempit ruang gerak kepercayan-kepercayan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masayarakat dan anggota-anggota nya.
Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan, apakah masyarakat sekuler akan mampu secara efektif memperthan kan ketertiban umum tanpa kekerasan instutional apabila pengaruh agama telah semakin berkurang.Barang kali agama akan beraksi terhadap institusionalisme, impersonalitas, dan birokrasi masyarakat modern yang semakin bertambah.
3.     PELEMBAGAAN AGAMA
Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengtur dalam kehidupan. Sehingga apabila tidak memahami agama akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu di jawab dalam memenuhi lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta funsi dan struktur agama.
Dimemsi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan didalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran “kerja” dalam pengertian teologis.
Dimemsi keyakinan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan dapat di terima sebagai dalil atau dasar analitis. Namun hubungan-hubungan antara ke 4 nya tidak ada diungkapkan tanpa data empiris.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan 3 tipe, meskipun tidak meggambarkan sebenarnya secara utuh .
Kebiasaan pandangan emosional ini akibat ada agama dan segala sifatnya melibatkan nilai-nilai dasar yang menyebabkan agama itu hamper tidak mungkin di pandang dengan sikap yang netral. Pengamatan biasanya sampai pada kesimpulan, bahwa agam bersifat mengelabui pikiran dan terbelakang. Atau menyimpulkan agama bagi penganutnyaterbaik dan tertinggi. Bila pengamatan tadi mengguraikan nya secara ilmiah, maka akan memperlihatkan pandangan yang sifatnya menyalahkan atau membenarkan.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis, dan tentu kurang baik. Karena dalam tingkah laku unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transedental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat. Hal ini nampaknya keliru.
Bila sifat rasional penuh dalam membahas agama yang ada pada manusia, maka berarti bersfat non agama. Karena itu pendekatan dalam memandang agama hanya sebagai suatu gejala (fenomena) atau kejadian. Ilmuwan yang menganut pandangan ini, juga akhirnya kecewa mengetahui adanya manusia dengan sifat non rasional mutlak atau terus menerus non rasional. Akhirnya ilmuwan akan kembali pada interpretasi biologis, yang menganggap bahwa agama adalah ungkapan perasaan yang bersifat naluri  (instink), sebenarnya pandangan ini sama kelirunya karena tingkah laku agama (menurut penganut pada agama ini) sifatnya tidak rasional, dan kesimpulan nya harus berdasarkan naluri. Justru sebenarnya tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional ini memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agam melalui wahyu nya atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan di akhirat. Di dalam perjuangan nya tentu idak boleh lalai, untuk kepentingan terebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin, agam menjadi salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebarkan mulai dari bentuk perkumpulan manusia. Keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagmaan.
Pengalam tokoh agama dan juga merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan. Yang kemudian menjadi organisasi keagamaan terlembaga, pengunduran diri atau kematiaan figure kharismatik, akan melahirkan kerisis kesinambungan analisis yang perlu adalah mencoba memasuka strutur dan pengalaman agama. Sebab penglaman agama, apabila di bicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal penting adalah mempelajari “wahyu” atau kitab suci nya. Sebab lembaga keagmaan itu sendiri merupakanrefleksi dari pegalaman wahyunya.
Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa pribadian. Pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Organisasi keagamaan tumbuh secara khusus semula dari pengalaman tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi yang terlermbaga. Muhamaddiyah sebuah organisasi sosial islam yang penting, di pelopori oleh pribadi kiai haji ahmad dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad abduh dari tafsir al-manar ayat suci al-quran telah memberi inspirasi kepada dahlan unutk mendirikan muhamaddiyah. Salah satu mottonya adalah, bahwa muhammadiya di pandang sebagai “segolongan dari kaum” megajak kepada kebaikan, mencegah perbuatan jahat.
Di contoh sosial, lembaga keagmaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkjat pemujaaan (ibadah), dan tingkat organisasi.

Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagmaan.

Nama : Suryandaru
NPM : 1A114533
Kelas : 1KA33