Sunday, January 11, 2015

Tugas I ISD

BAB 10. AGAMA DAN MASYARAKAT
A.   AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan masyarakat hanya di buktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figure nabi dalam mengubah kehidupan sosial.Argumentasi rasional tentang arti dari hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaraan akan mauty menimbulkan relogi.Dan sila Kethunan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian pada urutan nya agama yang di yakininya merupakan sumber motifasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya , dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat , dimana  pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial , dn individu dengan masyarakat seharusnya tidaklah bersifat antagonis.
Yang mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaaan dan taat dengan agamanya.Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan, keyakinan  terhadap sifat paham, ritos, dan upacara, serta umat ataukeatuan sosial yang terikat kepada agama nya.
Peraturan ama dengan masyakat penuh dengan hidup, menekan kan pada hal-hal  yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaan berbeda-beda, kadang kala kepentingan nya dapat tercermin atau tidak sama sekali.
Kelompok dalam masyarakat akan mencrminkan perbedaan jenis kebutuhan ke agamaan. Timbul hubungan 2 arah, tidakhanya kondisi sosial saja yang menyebabkan lahir dan menbarnya ide-ide serta nilai-nilai, tetapi bila ide dan nilai itu telah terlembaga, maka akan mempngaruhi tindakan manusia. Karena itu perlu mempelajari pengaruh struktur sosial terhadap agama, dan juga perlu mempelajari pengaruh agama terhadap struktur sosial.
Salah satu kasus akibat tidak terlembaganya adalah “anomi” , yaitu keadaan disorganisasi sosial diamana bentuk sosial dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Hal ini, pertama disebabkan oleh hilang nya solidaritas apabila kelompok lama dimana individu merasa aman dan responsive dengan keompok tersebut maka akan cenderung ambruk. Kedua, hilang nya konsensos atau tumang nya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma (bersumber dari agama) yangemberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
Disamping ada gerakan yang menawarkan nilai-nilai dan solidaritas baru, ada juga tampil pola-pola sosial untuk mencari jalan keluar dari pengalaman yang mengecewakan anomi, nenconteng sumber yang nyata dan mencoba mengambil upaya pelarian yan telah di sediakan oleh situasi, seperti narkotika, alokohol, kelompok hippiies, komunikasi non verbal dan upayan lainnnya.Keadaan demikian meninmbulkan rangsangan dan kepekaan kelompok agama untuk mempermasalahkan suatu masyarakat dan mendapatkan makna baru berupa pergerakan menawarkan nilai dan solidaritas baru yang bersifat keagamaan meskipun dalam kenyataan nya kaitan agama dengan masyarakat dapat merupakan daya penyatu (sentripetal) atau mungkin berpa daya pemecah (setrifugal).
1.     FUNGSI AGAMA
Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyakat ada 3 aspek penting yang selalu di pelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribdian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia.
Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, teori fungsional memandang masyarakat sebagai  suatu lembaga sosial yang seimbang. Manusia mementaskan dan menolak kegiatan nya menurut norma yang berlaku umum peranan serta statusnya. Lembaga yang demikian kompleks ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial, dimana setiap unsur dari kelembagaan itu saling tergantung dan menentukan semua unsur lainnya.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertian nya adalah, bahwa kebudayaan itu wujud suatu kompleks dari ide-ide , gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan sistem sosial yang terdiri dari aktifitas-aktiitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lainnya. Kemudian agama dengan refrensi transedensi merupakan aspek penting dalam fenomena kebudayaan sehingga timbul pertanyaan,apakah posisi lembaga agama terhadap kebudayaan merupakan suatu sistem.
Pertanyaan nya selanjutnya adalah bagaimana masalah fungsional dlam konteks teori fungsional kepribadian, dan sejauh mana agama mempertahankan keseimbngan pribadi dan melakukan fungsinya. Kepribadian dalam hal ini merupakan suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan bertindak, dan memberikan tanggapan serta nilai dan sebagainya yang sistematis. Kepribadian sudah terpola melalui proses belahjar dan atas otonominya sendiri. Sebagai ilustrasi sistem kepribadian adalah ego, dan super ego yang ada dalam situasi yang terstruktur secara sosial.
Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori fungsionalis agama juga memenng kebutuhan “sesuatu yang mentrensendesikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik dasar eksistensi manusia meliputi: hapenting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada diluar jangkauan nya. Kedua lingkung n manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya terbatas, dan pada titik dasar tertentu kondisi manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga manusia harus hidup bernmasyarakat, dimana aula alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi seorang funsionalis memandang agama sebagai petunjuk bag manusia untuk megatasi diri dari ketidak pastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan dan agam dipandang sebagai mechanism penyesuaia yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersfat sacral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sacral. Dalam setiap masyarakt sanksi sacral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukuman nya bersifat duniawi dan supermanusiawi dan ukhrawi.
Fungsi agama dalam bidang sosial adalah fungsi penentu dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban I tujuan aksosial dalam membantu mempersatakn mereka.
Fungsi agama sebagai sosialis individu ialah individu pada saat dia tumbh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntutan umum untuk (mengarahkan) aktifitasnya dalam masyarkat, dan berfngsi sebaga tujuan akhir dari pengembangan kepribadian nya.
2.     MASYARAKAT-MASYARKAT INDUSTRI SEKULER
Masyarakat industri sekuler bercirikan dinamika dan semkin berpengaruh  terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik tetapi yang paling penting adalah penyesuain-penyesuain dalam hubungan-hubungan kemanusiaan sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa dengan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dari menanggapi masalah kemanusiaan.
Pada umumnya kecenderungan sekulerisme mempesempit ruang gerak kepercayan-kepercayan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masayarakat dan anggota-anggota nya.
Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan, apakah masyarakat sekuler akan mampu secara efektif memperthan kan ketertiban umum tanpa kekerasan instutional apabila pengaruh agama telah semakin berkurang.Barang kali agama akan beraksi terhadap institusionalisme, impersonalitas, dan birokrasi masyarakat modern yang semakin bertambah.
3.     PELEMBAGAAN AGAMA
Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengtur dalam kehidupan. Sehingga apabila tidak memahami agama akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu di jawab dalam memenuhi lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta funsi dan struktur agama.
Dimemsi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan didalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran “kerja” dalam pengertian teologis.
Dimemsi keyakinan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan dapat di terima sebagai dalil atau dasar analitis. Namun hubungan-hubungan antara ke 4 nya tidak ada diungkapkan tanpa data empiris.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan 3 tipe, meskipun tidak meggambarkan sebenarnya secara utuh .
Kebiasaan pandangan emosional ini akibat ada agama dan segala sifatnya melibatkan nilai-nilai dasar yang menyebabkan agama itu hamper tidak mungkin di pandang dengan sikap yang netral. Pengamatan biasanya sampai pada kesimpulan, bahwa agam bersifat mengelabui pikiran dan terbelakang. Atau menyimpulkan agama bagi penganutnyaterbaik dan tertinggi. Bila pengamatan tadi mengguraikan nya secara ilmiah, maka akan memperlihatkan pandangan yang sifatnya menyalahkan atau membenarkan.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis, dan tentu kurang baik. Karena dalam tingkah laku unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transedental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat. Hal ini nampaknya keliru.
Bila sifat rasional penuh dalam membahas agama yang ada pada manusia, maka berarti bersfat non agama. Karena itu pendekatan dalam memandang agama hanya sebagai suatu gejala (fenomena) atau kejadian. Ilmuwan yang menganut pandangan ini, juga akhirnya kecewa mengetahui adanya manusia dengan sifat non rasional mutlak atau terus menerus non rasional. Akhirnya ilmuwan akan kembali pada interpretasi biologis, yang menganggap bahwa agama adalah ungkapan perasaan yang bersifat naluri  (instink), sebenarnya pandangan ini sama kelirunya karena tingkah laku agama (menurut penganut pada agama ini) sifatnya tidak rasional, dan kesimpulan nya harus berdasarkan naluri. Justru sebenarnya tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional ini memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agam melalui wahyu nya atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan di akhirat. Di dalam perjuangan nya tentu idak boleh lalai, untuk kepentingan terebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin, agam menjadi salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebarkan mulai dari bentuk perkumpulan manusia. Keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagmaan.
Pengalam tokoh agama dan juga merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan. Yang kemudian menjadi organisasi keagamaan terlembaga, pengunduran diri atau kematiaan figure kharismatik, akan melahirkan kerisis kesinambungan analisis yang perlu adalah mencoba memasuka strutur dan pengalaman agama. Sebab penglaman agama, apabila di bicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal penting adalah mempelajari “wahyu” atau kitab suci nya. Sebab lembaga keagmaan itu sendiri merupakanrefleksi dari pegalaman wahyunya.
Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa pribadian. Pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Organisasi keagamaan tumbuh secara khusus semula dari pengalaman tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi organisasi yang terlermbaga. Muhamaddiyah sebuah organisasi sosial islam yang penting, di pelopori oleh pribadi kiai haji ahmad dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad abduh dari tafsir al-manar ayat suci al-quran telah memberi inspirasi kepada dahlan unutk mendirikan muhamaddiyah. Salah satu mottonya adalah, bahwa muhammadiya di pandang sebagai “segolongan dari kaum” megajak kepada kebaikan, mencegah perbuatan jahat.
Di contoh sosial, lembaga keagmaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkjat pemujaaan (ibadah), dan tingkat organisasi.

Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagmaan.

Nama : Suryandaru
NPM : 1A114533
Kelas : 1KA33

No comments:

Post a Comment