PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN DI NEGARA
INDONESIA MALAYSIA DAN KOREA SELATAN DITINAJAU DARI BERBAGAI ASPEK.
Berdasarkan kajian singkat tentang studi perbandingan sistem
pendidikan di negara Malaysia dan
Korea Selatan, seperti yang sudah penulis
uraikan pada bab II, selanjutnya penulis mencoba memberikan beberapa refleksi
sebagai bahan perbandingan dengan system pendidikan Indonesia yang saat ini
sedang mengalami perubahan drastis dalam segi manajemennya
Penulis tertarik untuk membahas kedua Negara ini, karena
penulis beranggapan bahwa kedua Negara ini merupakan Negara “maju” dikawasan
Asia. Negara Korea Selatan sebagai negara berkembang pada akhir-akhir ini mulai
bangkit dan menunjukkan kemampuannya untuk berkompetitif dalam pasaran otomotif
dan industri elektronik dunia umumnya di kawasan Asia dan pasaran Indonesia
khususnya.
Sementara Malaysia mulai bangkit untuk membangun pendidikannya yang
cukup berbeda dengan kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan dari kajian
pada kedua negara di atas, ternyata kedua negara memiliki sistem otoritas
pendidikan yang hampir sama yaitu desentralisasi pendidikan yang menyerahkan
kewenangan dan tanggung jawab pendidikan pada Lander gubernur walikota
masing-masing. Keduanya memiliki tujuan nasional pendidikan yang perlu di acu
dalam penyelenggaraan pendidikan pada setiap daerah atau wilayah (lebih mirip
dengan di Indonesia).
Di Malaysia pengembangan pendidikan setiap negara bagian
melibatkan masyarakat setempat, di Korea Selatan pengembangan pendidikan berada
pada wadah Dewan pendidikan yang diketuai oleh gubernur atau walikota dengan
anggotanya sebanyak 5-6 orang, sehingga berjumlah 7 (tujuh) orang. Dewan
Pendidikan inilah yang bertanggung jawab terhadap operasional pendidikan di
Korea Selatan, sehingga dewan/komite pendidikan diberikan kewenangan yang luas
untuk menjabarkan berbagai macam kebijakan sesuai panduan yang telah
dikeluarkan oleh kementrian pendidikan. Kondisi ini sangat berbeda dengan
Indonesia, yang hingga saat ini desentralisasi pendidikan di Indonesia, belum
mampu berjalan secara lancar, segala sesuatunya masih diatur dan tergantung
dari pemerintahan pusat. Kepedulian pemerintahan daerah terhadap pendidikan
masih relatif rendah. Keberadaan “Dewan Pendidikan” di Korea Selatan yang
berwenang mengatur perencanaan dan kebijakan pendidikan, berbeda dengan di
Indonesia “Dewan Pendidikan” tidak memiliki “otoritas” dalam hal perumusan
kebijakan, sifatnya hanya baru sebatas sebagai “ pengkaji” masalah-masalah
pendidikan, sehingga akibatnya proses desentralisasi pendidikan di Indonesia
tidak berjalan dengan baik jika dibanding pada kedua negara tersebut. Hal ini
dimungkinkan memiliki hubungan yang erat dengan kondisi pembiyayaan pendidikan
bila ditinjau dari anggaran pendidikan Negara, dimana kedua Negara ini sudah
sejak lama telah menganggarkan anggaran pendidikan yang cukup signifikan dengan
hasil yang didapat yaitu masing-masing : Malaysia 30% dan Korea Selatan 18,9,
dari anggaran belanja Negara, sedangkan Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945,
anggaran pendidikan bila dirata-rata baru berkutat-katit antara 2-7,8% dari
total anggaran Negara, meskipun UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas telah
menyebutkan anggaran pendidikan 20%.
Kondisi ini jauh berbeda dengan anggaran kedua Negara ini,
jadi teori tidak dapat dipungkiri bahwa “semakin tinggi anggaran pendidikan
semakin maju ekonomi di suatu Negara” menurut Ferggeson, (1999).
Kondisi lain yang dapat dipetik dalam hal guru, dimana kedua
Negara ini untuk menjadi guru SD saja di Malaysia harus berkualifikasi S1 pada
tahun 1990-an begitu juga di Korea Selatan, untuk guru SD harus D-II dan untuk
sekolah menengah harus diploma 4. Kondisi ini jika dibandingkan dengan
Indonesia, terutama sepuluh tahunan ke belakang, guru SD kita hanya bertingkat
SLTA/SPG dan baru sebagian kecil yang setingkat D-II PGSD, yang kini setelah
sebagian besar telah berkualifikasi D-II PGSD baru mulai beranjak ke S1 PGSD,
karena adanya tuntutan UU Guru dan Dosen tahun 2005. Jadi dari segi latar
pendidikan guru SD saja kita sudah tertinggal kurang lebih 20-50 tahun
dibandingkan dengan kedua Negara ini. Belum lagi masalah karier, dimana di
kedua Negara ini telah menerapkan sistem sertifikasi terhadap guru agak lama,
sedangkan guru sekolah menengah (SLTP/SLTA) di Korea mensyaratkan harus
berlatar belakang S2/S3 dengan kajian khusus atau bidang study, beda halnya di
Indonesia yang terkadang satu guru bisa mengajar apa saja, bahkan tidak aneh
bila guru agama mengajar matematika dll, serta sebaliknya. Mengingat pendidikan
merupakan ”titik sentral” dalam maju mundurnya kondisi bangsa, untuk itu sudah
selayaknyalah anggaran pendidikan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan
paling penting juga menjamin kesejahteraan para guru sebagai prajurid
terdepannya, sehingga para guru dapat merasa bangga dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini cukup beralasan, karena menurut Ferggosun (1999) bahwa “Semakin tinggi
gaji guru semakin berkualitas hasil pendidikan”.
Realisasi anggaran pendidikan 20% di Indonesia merupakan
salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama, selain
untuk meningkatkan standarisasi guru juga, untuk melaksanakan standarisasi
sarana-prasarana pendukung pendidikan di Indonesia. Yang akhirnya diharapkan
akan mampu mendongkrak kualitas pendidikan di Indonesia. Masalah ini
dimungkinkan akan dicapai, apabila semua pihak memiliki komitmen yang tinggi
terhadap “industri pendidikan”.
Contoh beberapa system cerdas dalam bidang pendidikan:
- Robot pendidikan (educational robots) digunakan untuk
membantu dalam proses mengajar tentang operasi dan penggunaan dari robot
industri contoh robot yang digunakan dalam bidang pendidikan.
-Intelligence Computer - aided Instruction (CAI) juga
termasuk ke dalam linkup kecerdasan buatan. Komputer ini digunakan sebagai
tutoryang dapat melatih dan mengajar. CAI merupakan pengembangan lebih lanjut
dari Computer Assisted Instruction (CAI).
Sistem ini berguna sekali karena siswa dapat langsung berinteraksi tanpa malu dan juga seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswanya masing masing dan juga kerja guru akan diringankan.Namun apakah dengan menggunakn komputer ini anak ditakutkan akan tidak serius malah akan keasikan bermain tidak fokus terhadap materi yang diajarkan.
-Intelligent Tutoring Systems (ITS) kebutuhan akan penggunaan kecerdasan buatan semakin meningkat seiring dengan besarnya manfaat yang didapatkan. Intelligent Tutoring Systems (ITS) merupakan satu tipe dari sistem kecerdasan buatan yang menangani masalah pembelajaran atau pelatihan. Keuntungan digunakannya ITS ini dibandingkan dengan metode yang sering digunakan adalah terciptanya suatu pembelajaran yang lebih efektif.
Sistem ini berguna sekali karena siswa dapat langsung berinteraksi tanpa malu dan juga seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswanya masing masing dan juga kerja guru akan diringankan.Namun apakah dengan menggunakn komputer ini anak ditakutkan akan tidak serius malah akan keasikan bermain tidak fokus terhadap materi yang diajarkan.
-Intelligent Tutoring Systems (ITS) kebutuhan akan penggunaan kecerdasan buatan semakin meningkat seiring dengan besarnya manfaat yang didapatkan. Intelligent Tutoring Systems (ITS) merupakan satu tipe dari sistem kecerdasan buatan yang menangani masalah pembelajaran atau pelatihan. Keuntungan digunakannya ITS ini dibandingkan dengan metode yang sering digunakan adalah terciptanya suatu pembelajaran yang lebih efektif.
No comments:
Post a Comment